03 December 2010

KEMULAN TAKSU


Sanggah Kemulan
Secara umum orang Bali melihat sanggah Kemulan sebagai tempat pemujaan leluhur yang telah di sucikan. Dari tiga ruang yang ada, ruang yang sebelah kiri merupakan sthana dari leluhur laki-laki (maskulin), ruang yang sebelah kanan merupakan sthana dari leluhur perempuan (feminin) dan ruang yang tengah merupakan sthana dari penyatuan bapak dan ibu dalam wujud anak.

Mengenai Kemulan ada disebutkan dalam beberapa lontar sebagai berikut :

Dalam lontar Tutur Gong Wesi ada disebutkan :

……. ngarania Ida Sang Hyang Atma, ring Kamulan tengen Bapanta, nga, Sang Paratma, ring Kamulan kiwa Ibunta ngaran sang Siwatma, ring Kamulan madia raganta, atma dadi meme bapa ragane mantuk ring Dalem dadi Sang Hyang Tunggal nunggalang raga …..

Artinya:
……namanya beliau Sang Atma, pada Kemulan kanan sebagai Bapa adalah Paratma, pada Kemulan kiri sebagai ibu namanya Siwatma, pada Kemulan tengah wujudnya adalah sang atma, menjadi ibu bapa pada wujudnya Sanghyang Tunggal mempersatukan diri.

Penjelasan yang hampir sama disebutkan pada Lontar Usana Dewa sebagai berikut:

Ring Kamulan ngaran Ida Sang Hyang Atma, ring Kamulan tengen bapa ngaran sang Paratma, ring Kamulan kiwa ibu ngaran Sang Siwatma, ring Kamulan Tengah ngaran raganya, tu Brahma dadi meme bapa maraga Sang Hyang Tuduh.

Artinya:
Pada kemulan nama Beliau adalah Sang Hyang Atma, di Kemulan sebelah kanan adalah linggih Paratma adalah Bapak. Di Kamulan ruang sebelah kiri adalah linggih Siwatma adalah Ibu, di Kamulan tengah ada wujudnya Brahma menjadi Ibu Bapak yang berwujud Sang Hyang Tuduh.

 Apakah yang kita bisa lihat dari gambaran ini?

Kami mencoba melihat Sanggah Kemulan sebagai perwujudan manusia. Manusia adalah mahluk cerdas yang mempunyai kemampuan beradaptasi, belajar dan berpikir. Hal ini dimungkinkan karena sejak terlahir, setiap manusia secara alami telah dianugerahi empat macam kecerdasan, yaitu :

1. Kecerdasan Fisik (Physical Quotient – PQ)
Kecerdasan Fisik (PQ) adalah kecerdasan yang dimiliki oleh tubuh kita. Kecerdasan ini mengendalikan otot tak sadar yang mengerakkan jantung, paru-paru, system pencernaan, sistim refleks dan lain-lain. Tanpa adanya perintah dari kita, tubuh kita menjalankan sistem pernafasan, sistem peredaran darah, sistem syaraf dan sistem-sistem vital lainnya. Seluruh proses itu berjalan di luar kesadaran kita dan berlangsung setiap saat dalam hidup kita. Ada kecerdasan yang menjalankan semuanya itu dan sebagian besar berlangsung di luar kesadaran kita. Kecerdasan ini dikenal dengan Physical Quotient. Atau lebih mudah kita sebut INSTING/NALURI. Organ pengendalinya ada pada OTAK KECIL/OTAK BELAKANG.
Insting kuat bekerja pada anak-anak
Insting ini pada umumnya masih kuat pada anak-anak, karena perkembangan otak mereka belum sempurna dan mereka belum mulai menggunakan pikiran. Sehingga keseharian mereka lebih banyak bergerak secara instingtif. Dalam bahasa Bali bisa diterjemahkan sebagai “Kleteg bayu”.

2. Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient – IQ)
IQ adalah kemampuan nalar/logika/rasional atau pikiran. Orang sering menyebutnya dengan kemampuan OTAK KIRI. Yaitu kemampuan kita untuk mengetahui, memahami, menganalisis, menentukan sebab akibat, berpikir matematis.

Otak kiri bertanggung jawab untuk “”pekerjaan” verbal, kata-kata, bahasa, angka-angka, matematika, urut-urutan, logika, analisa dan penilaian dengan cara berpikir linier. Melatih dan membelajarkan otak kiri akan membangun kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan Intelektual bersifat MASKULIN. Dalam bahasa Bali bisa diterjemahkan sebagai “Pepetekan/pepineh”.

3. Kecerdasan Emosional (Emosional Quotient – EQ)
EQ adalah pengetahuan mengenai diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dengan orang lain. Kecerdasan Emosi adalah kepekaan mengenai waktu yang tepat, kepatutan secara sosial, dan keberanian untuk mengakui kelemahan, menyatakan dan menghormati perbedaan. EQ digambarkan sebagai kemampuan OTAK KANAN dan dianggap lebih kreatif, menterjemahkan intuisi, pengindraan, dan bersifat holistik atau menyeluruh. Otak kanan bertanggungjawab dan berkaitan dengan gambar, warna, musik, emosi, seni/artistik, imajinasi, kreativitas. Kecerdasan ini bersifat FEMININ. Dalam bahasa Bali bisa diterjemahkan sebagai “Pengerasa”.

Penggabungan pemikiran/logika (otak kiri) dan perasaan/emosi (otak kanan) akan menciptakan keseimbangan, penilaian dan kebijaksanaan yang lebih baik. Dalam jangka panjang, kecerdasan emosional akan merupakan penentu keberhasilan dalam berkomunikasi, relasi dan dalam kepemimpinan dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (nalar).

Seseorang yang memiliki IQ tinggi tetapi memiliki kecerdasan emosionalnya (EQ) rendah, dia tidak tahu bagaimana membangun hubungan dengan orang lain. Orang itu mungkin akan menutupi kekurangannya itu dengan bersandar pada kemampuan intelektualnya dan akan mengandalkan posisi formalnya.

4. Kecerdasan Spriritual (Spiritual Quotient – SQ)
Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan pusat dan paling mendasar di antara kecerdasan lainnya, karena dia menjadi sumber bimbingan atau pengarahan bagi tiga kecerdasan lainnya. SQ adalah INTUISI dalam diri manusia. SQ berada diluar sistem tubuh manusia. Dia hanya datang pada saat kondisi pikiran kita dalam keadaan keseimbangannya. SQ mewakili kerinduan kita akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas. SQ juga membantu kita untuk mencerna dan memahami prinsip-prinsip sejati yang merupakan bagian dari nurani kita. Bisa dikatakan ini adalah kecerdasan dalam sistim koordinasi pada OTAK DEPAN/BESAR. Bekerjanya kecerdasan ini akan memberikan inspirasi pada manusia.

Dari penjabaran keempat kecerdasan tersebut, disandingkan dengan apa yang dimuat pada Lontar Tutur Gong Wesi dan Lontar Usana Dewa, kami melihat ada benang merah antara Konsep Kemulan Taksu yang dimiliki orang Bali dengan empat kecerdasan alami yang dimiliki Manusia. Dari ulasan diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa Konsep Sanggah Kemulan pemahamannya bisa disederhanakan menjadi:

·      Rong Kiwa adalah merupakan pemujaan terhadap Bapak/leluhur Laki – laki, yang bisa diartikan sebagai pemujaan terhadap aspek MASKULIN. Aspek Maskulin dalam diri manusia adalah kecerdasan intelektual atau IQ (Laki-laki/Bapak/Nalar/Logika/IQ/otak kiri)

·      Rong Tengen adalah merupakan pemujaan terhadap Ibu/leluhur Perempuan, yang bisa diartikan sebagai pemujaan terhadap aspek FEMININ. Aspek Feminin dalam diri manusia adalah kecerdasan emosional atau EQ (Perempuan/Ibu/Perasaan/Emosi/EQ /otak kanan)

·      Rong Tengah adalah merupakan pemujaan terhadap perpaduan dari Bapak dan Ibu atau Sang Hyang Atma dalam wujud Anak. Anak menggambarkan aspek INSTINGTIF, karena sifat anak-anak yang lebih menggunakan insting karena IQ dan EQ nya belum tumbuh sempurna. (Persatuan Bapak dan Ibu/Anak/PQ/ otak belakang)

Dimana posisi Pelinggih Taksu?

Kami lebih melihat Taksu sebagai sthana untuk Kecerdasan Spiritual (SQ) yang memiliki kemampuan koordinasi (otak depan) atau aspek INTUISI. Taksu (SQ) berada diluar system tubuh manusia. Taksu atau SQ akan muncul jika manusia mampu mengasah dan menggunakan ketiga kecerdasannya (IQ, EQ, PQ) secara maksimal dan berimbang. Tidaklah mengherankan kenapa orang Bali tidak pernah menyembah Taksu, melainkan hanya menyembah pada Kemulan. Karena hanya tiga kecerdasan saja yang berada di dalam sistem tubuh manusia. Jika tercapai kondisi seimbang dan muncul rasa iklas dalam menjalani kehidupan, maka Taksu atau SQ akan muncul. 

Taksu - Intuisi dalam diri manusia 
Dalam keseharian, orang Bali pada umumnya menghaturkan persembahan di rong tengah, kecuali pada hari-hari tertentu pada seluruh rong. Ini lebih disebabkan karena hidup manusia tidak bisa lepas dari sisi instingtif dalam dirinya. Seperti penjelasan diatas, aspek instingtif adalah yang berhubungan dengan tubuh fisik dengan seluruh sistemnya. Insting/reflex ini jugalah yang membuat mata seketika berkijap ketika ada kotoran masuk, tangan menghentak saat tersengat panas sehingga terhindar dari terbakar. Sehingga peranan insting/reflex dalam kehidupan sehari-hari sangat nyata, dan orang Bali menghaturkan persembahan memohon agar insting dalam dirinya selalu bekerja secara maksimal, sehingga keselamatan fisik bisa terjaga.

Bagi orang Bali, Kemulan Taksu adalah pokok atau modal awal untuk melangkah. Demikian juga empat kecerdasan alami yang dimiliki manusia pun adalah sebuah pokok atau modal awal dalam mengarungi kehidupan. Sebagai mana halnya orang Bali yang tidak bisa lepas dari Sanggah Kemulan, setiap manusia pun tidak bisa lepas dari tiga kecerdasan dasar dalam dirinya yaitu IQ, EQ dan PQ yang jika digunakan secara maksimal akan memunculkan kecerdasan keempat yaitu SQ (Taksu).

Bagaimana dengan konsep pemujaan terhadap leluhur?

DNA sebagai wujud warisan leluhur
Ilmu pengetahuan modern telah berhasil mengungkap keberadaan DNA dalam tubuh manusia serta fungsinya sebagai penyimpan dan penyedia informasi. Seluruh informasi yang ada dalam DNA, baik itu keahlian, pemahaman, pengalaman, pengetahuan dan lain-lain adalah sebuah garis informasi yang berkesinambungan dan diteruskan secara turun temurun. Informasi yang ada pada DNA kakek dan nenek kita (yang tentunya juga berasal dari pendahulunya) akan diturunkan kepada Ayah/Ibu kita. Ketika ayah dan ibu kita menikah, tentunya juga dalam DNA nya membawa informasi dari pendahulunya, lalu menurunkan informasi itu kepada kita dalam bentuk DNA. Sehingga dalam DNA kita ada segudang informasi berupa pengalaman, pemahaman, kemampuan, keahlian dari beribu-ribu orang dalam garis DNA. Informasi dari DNA inilah yang kemudian mewujud menjadi tiga kecerdasan dasar yaitu logika (IQ), emosional (EQ) dan insting (PQ) – Dalam bahasa Bali – “Pepineh, Pengerasa, Kleteg Bayu” – Tugas kita hanyalah menggali seluruh potensi ini dalam diri kita agar dapat dipergunakan secara maksimal. Jika sebuah informasi muncul lebih dominan, maka seseorang dikatakan memiliki bakat tertentu. Seluruh informasi dalam DNA kita tersimpan di alam bawah sadar. Dan semua itu merupakan warisan dari leluhur kita. Memuja pada Kemulan adalah memuja ketiga kecerdasan dasar yang merupakan manifestasi dari informasi yang diwariskan oleh leluhur kita, sehingga pemahaman konsep ini tidak menyimpang dari konsep pemujaan terhadap leluhur.

Satu hal yang kita patut bangga adalah leluhur orang Bali sudah memahami semua itu dalam konteks cara mereka berpikir pada jamannya. Bahkan lalu mewujudkannya dalam bentuk sanggah Kemulan Taksu dan terus mewariskannya secara turun temurun dari generasi ke generasi. Dan kita yang hidup pada masa sekarang tentunya bisa memahami ajaran itu dalam kerangka berpikir kita yang sekarang.

Tulisan ini bukanlah kajian akademis namun lebih bersifat sebuah sudut pandang. Kami mencoba memperluas makna dari Kemulan Taksu dari sisi yang berbeda dalam konteks kekinian. Besar harapan kami tulisan ini bisa memberi manfaat yang positif. Khususnya dalam memahami ajaran para leluhur kita.